Filfafat Yunani
merupakan tonggak pangkal munculnya filsafat. Pada waktu itu
sekitar abad VI SM di wilayah Yunani muncul pemikir-pemikir yang
disebut filsuf alam. Dinamakan demikian karena objek yang dijadikan pokok
persoalan adalah mengenai alam (cosmos). Tujuan filsuf mereka adalah memikirkan
soal alam besar.
Dari mana terjadinya alam, itulah yang menjadi sentral
persoalan bagi mereka.
Pemikiran yang demikian
waktu itu merupakan pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab
pada waktu itu kebanyakan orang hanya menerima begitu saja keadaan alam seperti
apa yang dapat ditangkap dengan inderanya(empiris), tanpa mempersoalkannya
lebih jauh.
Para filsuf alam
tersebut tidak mempercayai cerita-cerita yang demikian, dan menganggapnya
sebagai tahkayul yang tidak masuk akal. Karena itulah mereka berusaha untuk
mendapatkan keterangan tentang inti dasar alam itu dari daya pikirnya sendiri.
Maka mereka pantas mendapat sebutan sebagai pemikir yang radikal, karena
pemikiran mereka samapi pada akar (radik=akar) dari alam yang dipersoalkan.
1.
Thales (625-545 SM)
Apakah asalmu-asal
segala sesuatu? Inilah pertanyaan pertama yang muncul dalam sejarah filsafat.
Ini pertanyaan kuno. Ya kuno, karena kini kita sudah memiliki banyak teori ilmu
alam yang menceritakan banyak jawaban yang lebih terbukti. Tetapi itulah
pertanyaan pertama dalam filsafat, setidaknya demikianlah yang terjadi di
Yunani Kuno pada abad ke-6 SM. Pertanyaan-pertanyaan ini demikian memperkaya
kesadaran manusia sendiri, lebih dari itu menumbuhkan kemampuan manusia untuk ngendalikan
kekuatan alam.
Dengan jalan berpikir Thales
mendapat keputusan tentang soal besar yang senantiasa mengikat perhatian : Apa
asal alam ini? Apa yang menjadi sebab penghabisan dari pada segala yang
ada?
Thales memberikan
jawaban bahwa segala sesuatu berasal dari air, ia juga menyatakan bahwa
bumi terapung dia tas air. Pernyataan ini tentu saja menolak kepercayaan mistis
yang mengasalkan segala sesuatu dari dewa-dewa. Namun pada sisi lain, Thales
juga menyatakan bahwa “Segala sesuatu sesungguhnya penuh dengan dewa-dewa”.
Pernyataan kedua ini merupakan rumusan dalam pengarus dunia mistis, namun
sebuah rumusan yang sebelumnya didahuli oleh pengamatan realitas bukan rumusan
yang diterima begitu saja.
Bagi Thales, air adalah
sebab yang pertama dari segala yang ada dan yang jadi, tetapi juga akhir dari
segala yang ada yang jadi itu. Di awal air di ujung air. Air sebab yang
penghabisan! Asal air pulang ke air. Air yang satu itu adalah bingkai dan pula
isi. Atau dengan kata lain, filosof air adalah subtrat (bingkai) dan subtansi
(isi) kedua-duanya.
2.
Anaximander (610-547 SM)
“Bukan air”, kata
Anaximander, Tetapi Yang Tak Terbatas”. Anaximander berkesimpulan bahwa hanya
ada satu asal mula, yaitu Yang Tak Terbatas. Ia ada dari semua keabadiaan,
lingkupnya tak terbatas, dan ia dapat bergerak. Materi kasar ini tidak dapat
dilihat atau dirasakan dengan pencerapan, tetapi hanya dapat diketahui dengan
pikiraan.
Argumennya adalah jika
sekiranya semua benda adalah air, tentu sudah lama segala berubah
menjadi air. Lagi pula bagaimaaana air bisa berubah bentuk menjadi lawan
beratnya, api? Bagaimana suatu kualitas dapat menimbulkan lawannya? Tidak! Bagi
Anaximander, benda hakiki (the ultimate
stuff) di balik empat unsur itu tidak mungkin dengan sendirinyaa salah satu
dari empat unsur tersebut. Itu mesti sesuatu di luar yang empat tadi. Apakah
itu? Anaximader berpikir lebih lanjut. Unsur hakiki itu mesti sesuata yang
tidak bisa diamati tidak bisa diatur dan tidak tetap. Ia hanya bisa menyebutnya
Yang tak Terbatas (The Unlimeted).
Tentu jawaban ini tidak memuaskan bahkan dikalangan murid-murid anaximander
sendiri. Apa gunanya sesuatu yang tak terbatas, yang tak tertentukan, yang lain
dari yang lain dengan sesuatu yang sama sekali memang tidak ada? Kebanyakn
menyimpulkan ya tidak lebih baik bahkan sebagian menyatakan keduanya sama
kerena Ex Nihilo Nihil ( tidak ada
yang timbul dari yang tidak ada). Menyadari hal ini mereka terus mencari.
Yang tak terbatas itu
oleh dia dinamakan Apeiron. Apeiron adalah Zat yang tak terhingga dan
tak terbatas dan tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan
apapun. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya dengan
pancaindra kita, adalah barang yang mempunyai akhir, yang berhingga. Sebab itu
barang asal, yang tiada berhingga, dan tidak berkeputusan, mustahil salah satu
dari barang yang berakhir iu.
3.
Anaximenes (585 – 494 SM)
Begitulah jawaban
Anaximander, namun jawaban ini disanggah oleh Anaximenes ”Tak mungkin yang tak
terbatas menjadi asal dunia”, demikian ajar Anaximenes. Udara adalah asal
muasal itu. Bukankah udara meliputi seluruh jagat raya? Bukankah udara yang
menyebabkan manusia dapat hidup? Seperti halnya jiwa manusia yang berbentuk
hawa yang dengannya seluruh organ manusia tersatukan, alam semesta pun berasal
dan dipersatukan oleh udara. Bagaimana kejadiannya? Begini, menurut Anaximenes.
Pada mulanya adalah udara, kemudian ada pemadatan dan pengenceran. Udara yang
memadat menjadikan angin, air, tanah dan batu. Udara yang mengencer
menjadi api.
Sebagai kesimpulan
ajarannya disebut : "Sebagai mana jiwa kita, yang tidak lain dari pada
udara, menyatakan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi
satu". Disini buat pertama kali pengertian jiwa masuk kedalam pandangan
filosofi. Hanya Anaximenes tidak melanjutkan pikirannya kepada soal penghidupan
jiwa.
Ketiga filosof pertama
ini Thales, Anaximander dan Anaximenes dikenal sebagai The Milesians karena mereka ketiganya
berasal dari daerah koloni Yunani Miletus, dan kerena mereka membentuk mazhab
filsafat yang pertama. Meskipun ada perbedaan hasil pemikiran mereka, mereka
memiliki sejumlah ciri yang sama sebagian di antaranya nantinya akan menjadi
bagian dari tradisi keilmuan Barat – yakni keinginan untuk penjelasan
sederhana, penekanan atas pengamatan untuk mendukung teori keterikatan pada
naturalisme (pandangan bahwa fenomena alaaam harus dijelaskan dengan fenomena
alam yang lain), dan monisme (pandangan bahwa hakekatnya terdapat hanya satu
jenis unsur dasar). Mazhab Miletus berakhir ketika suasana damai antara Yunani
dan Persia runtuh, dan Persia mengobrak-abrik Kota Miletus ini. Tetapi
pemikirannyaa tetap diingat dan kemudiaan dikembangkan. (Nur Ahmad Fadhil
Lubis, 2001 : 98)
Pemikiran dari Miletus
ini memberikan dasar bagi filsuf kemudian, Yaitu tentang
(1) pemahaman yang
berdasarkan hasil pengamatan.
(2) asal muasal segala
sesuatu terdiri dari satu hal yang tuggal.
Observasi, pengamatan
yang teliti terhadap apa yang ada (alam sekitar), bagi filsuf Miletus, menjadi
dasar dri penemuan kearifan. (Bambang Q-Anees, 2003 :103)
4.
Pythagoras (sekitar 572-500 SM)
Masih di sekitar negeri
Yunani tepatnya di kepulauan Samos terdapat ahli pikir yang terkenal yaitu
Pythagoras. Dari alam pikiran orang Militos ke kepulauan Samos seolah-olah kita
harus meninggalkan dunia kebendaan (this
material word) ke dunia khayal dan cipta (the world mind)
Pythagoras adalah filsuf
selanjutnya yang melanjutkan pemikiran Milesia. Pernahkan Anda mendengar nama
ini? bagi yang pernah belajar Aljabar dan Matematika kemungkinan besar pernah
mendengar nama pemikir besar ini. Apa rupanya sumbangan pemikirannya? Berbeda
dengan mazhab Miletus Pythagoras tidak mencari hakikat benda dalam unsur
meterial tertentu, tetapi ia memperpegangi pandangan yang menarik bahwa segala
sesuatunya ini hakikatnya adalah angka. Falsafah pemikirannya banyak diilhami
oleh rahasia angka-angka. Ia beranggapan bahwa kahikat dari segala sesuatu
adalah angka. Benda dari benda lain dibatasi oleh angka, kita menentukan segala
sesuatu dengan bilangan. Batas, bentuk, dan angka dalam pengertian Pythagoras
adalah sesuatu yang sama. Lebih lanjut Pythagoras mengutarakan bahwa suatu
penggambaran yang tepat tentang realita haruslah diungkapkan dengan angka dan
dalam peristilahan rumus matematis.
Lebih lanjut, ia
mengantisipasi karya tulis Euclid
(yang lahir jauh lebih belakangan) tentang geometri, dan menemukan rasio
kesejajaran (the ratios of Cocord)
antara nada musik angka. Dari sini, ia menyimpulkan keharmonisan matimatis
diseluruh jaugat raya suatu pandangan yang mengiring kepada doktrin "The music of the Spheres". Pengaruh
Pythagoras begitu besar sehingga mazhab Pythagoras bertahan selama 400 tahun.
Pengaruhnya terhadap Plato saja, filosuf besar pada zaman berikutnya, sudah
cukup untuk menjamin bahwa Pythagoras dan pemikirannya mendapatkan tempat permanen
dalam sejarah filsafat.
Bukan hanya itu saja
pemikiran Pythagoras. Ajaran tokoh yang satu ini mempunyai sisi lain yang
menarik. Ia adalah pemimpin sebuah aliran keagamaan yang anggota-anggotanya
harus mematuhi sejumlah peraturan yang berdasarkan kezuhudan (asceticiam). Numerologi (kepercayaan
bahwa angka memiliki makna dan mampu mengungkapkan rahasia alam) dan
vegetarianisme (aliran yang menolak memakan yang bernyawa). Meskipun mereka
vegetarian, pengikut Pythagoras mengharamkan memakan biji kacang. Kenapa?
Karena memakan biji kacang adalah suatu bentuk kanibalisme (memakan jenis
sendiri). Coba perhatikan dengan cermat, biji kacang tersebut jika dibuka kedua
kelopaknya akan terlihat bahwa masing-masing berisikan cikal-bakal embrio mirip
manusia. Apakah Pythagoras menyakini bahwa manusia berasal dari biji kacang?
5.
Heraclitos (sekitar 470 SM)
Heraclitos memiliki
pandangan yang baru. Thales memberikan jawaban berdasar pengamatan, sedangkan
Anaximander pengarahkan cara jawaban dengan pikiran. Pertanyaan Thales dan
Anaximander kemudian diperbaharui oleh Heraclitos. Heraclitos menerima
kepercayaan bahwa akal budi dapat mengetahui hal-hal yang mendasari kesatuan
dunia, tetapi ia bertanya, bagaimanakah kesatuan ini dapat diselaraskan dengan
kenyataan adanya perubahan? Heraclitos menentang pengasalan segala sesuatu dari
sesuatu yang tunggal, ia mengajukan kenyataan bahwa kita hidup di antara
keragaman dan perubahan-perubahan; kita tak pernah melihat air asal muasal itu
apalagi itu apalagi Yang Tak Terbatas itu?
Jawaban Heraclitos
menghadapkan kita pada suatu masalah, yaitu hubungan antara yang terus berubah
(sebagaimana diserap mata dan telinga) dengan yang tetap (sebagaimana
dipikirkan). Kenyataan seakan tersusun dari satu bongkahan benda yang tak
bergerak namun menampakkan diri sebagai yang terus menerus berubah. Segala
sesuatu menjadi berbeda, namun sekaligus juga segala sesuatu harus memiliki hal
yang tetap sama. Maka Heraclitos mengajukan jawaban lain, bahwa terbuatnya dunia
bukan air tapi api.
Ada sesuatu tentang
hakikat api yang menjelaskan gambaran yang tetap (contohnya bentuk lanya api
yang tetap) dan kenyataan perubahan. Yang terakhir ini lebih mudah dipahami :
di dalam api semuanya berubah. Heraclitos menarik beberapa kesimpulan yang
mengejutkan dari pandangan ini. Realitas bukanlah terdiri dari sejumlah
sesuatu/benda, tetapi merupakan suatu proses dari penciptaan dan pemusnahan
yang terus menerus. Menurut Heraclitos , Anda tidak mungkin melangkah pada
sungai yang tidak dua kali (you can't
step in the same river Twicw). Semuanya berubah kecuali perubahan itu
sendiri (everything changes but changes
itself).
Heraclios memberikan
sumbangan pemikiran bahwa dunia harus ditafsirkan berdasarkan prosesnya, bukan
bendanya. Segala sesuatu memiliki prosesnya. Lalu bagaimana benda-benda yang
tanpa diam, stabil? Stabilitas, demikian ungkap Heraclitos, terjadi ketika ada
keseimbangan dalam benda itu. Seperti kekuatan nyala api yang sanggup melawan
hembusan angin, sehingga nyala api tanpa diam tak bergerak. Di dalam
unsur-unsur penyusunannya, ketika keseimbangan ini tercapai benda-benda tampak
sebagai stabil. Unsur penyusunan setiap hal, bagi Heraklitos, berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan perjuangan. Ketika ada kebutuhan akan sesuatu, benda-benda
akan berjuang (bergerak) untuk mencapai kebutuhan tersebut, dan pergerakan itu
akan berhenti (tampak stabil) begitu kebutuhan telah tercapai, begitu
seterusnya.
Sumbangan Heraclitos
juga tentang adanya Logos. Menurutnya ada logos yang tidak bisa diamati. Suatu
logika yang mengatur perubahan yang membuat perubahan itu suatu fenomena yang
rasional (maksudnya dapat dipahami akal), bukannya perubahan yang arbiter
seenaknya. Doktrin Logos ini sangat dalam pengaruhnya bagi Plato, dan pada
gilirannya menjadi dasar dari pemahaman hukum alam (natural law).
Nah, sampai bagian ini
kita telah melangkah jauh. Kita menemukan alur perubahan pertanyaan. Pertanyaan
"terdiri dari apakah dunia ini?" ternyata telah melahirkan pertanyaan
"bagaimanakah dunia ini berubah?" menggeluti satu pertanyaan ternyata
menghasilkan pertanyaan lain, yang baru, dan memperluas cakrawala pemahaman
kita atas kenyataan.
6.
Parmenedes
Gagasan Heraclitos
kemudian ditentang oleh Permenides dari elia (515-440 SM). Ia menyatakan
tak ada hal-hal yang berubah. Jika indera dapat membuktikan keberubahan,
berarti indera menipu. Perubahan hanyalah ilusi. Karena seluruh perubahan
berada dalam kepastian yang tetap. Ia berkata bahwa Anda untuk melangkah ke
sungai yang sama satu kali sajapun tidak mungkin. Permenides melihat realitas
sebagai suatu plenum yang absolut. Ada yang penuh. thesis dasarnya adalah
sederhana sekali. Ada adalah ada. Tidak ada adalah tidak ada (Being Is Not Being is Not). Pernyataan
ini memang sederhana, tetapi juga tidak bercerita banyak. Mari kita lihat
penjelasannya lebih lanjut. Ada tidaklah diciptakan, tak dapat dimusnahkan,
kekal. tak bisa dipisahkan, dan sama nyatanya disegala arah. Ada tidak memiliki
lubang vacum. Karena ada memang ada, oleh karenanya tidak mungkin ada suatu tempat
yang ada itu tidak ada.
Berdasarkan hal ini
lebih lanjut disimpulkan bergerak (motion) adalah mustahil karena gerak
melibatkan Ada beranjak dari mana Ada itu Ada ke mana Ada itu tidak ada,
sedangkan sudah dinyatakan di atas, tidak mungkin suatu tempat dimana Ada itu
tidak ada. Bagi Parmenides, perubahan pasti merupakan penampakan dari segala
sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak ada sebelumnya; hal yang tidak ada
sebelumnya tentulah tak bisa dipikirkan, karena itu perubahan tak pernah ada,
tak pernah bisa dipikirkan.
Permenides rupanya
sedang mengajukan kebenaran logika. Pernyataan kebaruan dan perubahan tak ada
karena:
a.
kebaruan berasal dari hal yang sebelumnya
tidak ada;
b.
yang tidak ada tak bisa dicerap;
c.
kerena itu kebaruan tak mungkin bisa
dicerap indera dan pikiran;
adalah logika. Temuan
logika ini menjadi embrio bagi cara berpikir yang mengandalkan logika, seperti
yang digunakan kaum rasionalis. Inilah lawan dari filsuf lain dari Ionia (Heraclitos) yang menjadikan pengalaman
indera sebagai dasar pemahaman. Heraclitos bisa dikatakan sebagai embrio
pemahaman empiris
Temuan logika ini
mengarah pada pertanyaan baru: hingga sejauh mana logika murni dapat memberikan
informasi kepada kita tentang dunia? Parmeneides yang dengan tegas menolak
pengalaman dan memilih menggunakan logika telah memberikan dasar pencerapan
realitas berdasar logika. Ia mengajukan gugatan akan keabsahan pengalaman,
meskipun ia belum sanggup memberikan pemecahan atas persoalan bahwa pada
kenyataannya segala sesuatu memang berubah.
sesuatu yang diwarisi
dari Parmeneides oleh filsafat berikutnya hingga zaman modern adalah konsep
subtansi. Walaupun belum terumus dalam bentuk definisi yang tegas, konsep
subtansi dapat ditemukan dalam keseluruhan pemikiran Permaneides. yaitu bahwa
subtansi merupakan subyek tetap dari berbagai predikat. Bahwa kalaupun kita
mengamati keberubahan matahari (dari barat ke timur) namun ia tetap bisa
dikenali kerena ada satyu hal yang tetap, yaitu matahari itu sendiri. Jika
Heraclitos menawarkan cara pandang terhadap proses, Parmaneides menawarkan cara
pengamatan agar kita tidak dibingungkan oleh perubahan yang terus-
menerus. Sekali lagi, bagi Parmeneides di antara yang terus bergerak itu
sebenarnya ada yang tetap. Hal kedua yang diwariskan Parmaneides pada filsuf
sesudahnya adalah bahwa "engkau tak bisa menemukan pikiran tanpa sesuatu
yang ada"; atau "apa yang dapat dipikirkan adalah apa yang ada dalam
realitas". Ada adalah sejauh ia dapat dipikirkan.
7.
Demokritos
Sekali lagi, terdapat
dari apakah dunia ini? Dari atom, kata Leucippus. Atom adalah pertikel kecil
materi yang dipisahkan satu sama lainnya lain oleh kehampaan, atom-atom
bergerak oleh keniscayaan. Jadi, sesuatu yang misterius di balik yang tampak
adalah adalah sejumlah atom yang tak terbatas. Atom-atom yang tidak dapat
ditembus dan tidak adapat berubah komposisinya. Atom hanya berbeda dalam bentuk
dan susunan. Semua perubahan yang dilihat indera disebabkan oleh pengelompokan
atom-atom primer.
Democritos dari Abdera
(420 SM) menyempurnakan pendapat Leucippus. Oleh karena itu mereka dikenal
sebagai atomist. Mereka melihat dunia sebagai tersusun dari benda-benda yang
juga tersusun dari sekelompok atom.
Ia memulai dengan
pertanyaan: apa yang dimaksud dengan keniscayaan pada gerak atom? Apakah yang
menentukan sususnan atom-atom yang teratur? Dimanakah tempat atom-atom tersebut
di dalam dunia? Jika semua hal terdiri dari atom, pikiran dan benda-benda
pastilah sama dari atom, bagaimana keduanya bisa sama?
Democritos setuju dengan
Heraclitos dan Anaxagoras, namun ada perbedaan argumen. Ia setuju pada
Heraclitos bahwa alam ini terus berubah dan tak mungkin disebabkan oleh apapun.
Ia setuju dengan Anaxagoras bahwa alam ini terdiri partikel-partikel yang
sangat kecil yang tak dapat dilihat mata serta jumlahnya tak terbatas, dan
Democritos menamainya sebagai atom. Atom, dari kata a-toms: "tak dapat
dibagi" (indivisible).
Democritos membayangkan ada unsur penyusunan alam semesta yang tetap, tak
terbagi, dan abadi. Atom dianggap sebagai asal, dan tak mungkin ada asal lain
selain atom
Lalu bagaimana atom-atom
itu bisa menyatu membentuk mawar atau kupu-kupu? Democritos menyakini bahwa
atom itu selain jumlahnya tak terbatas, juga memiliki bentuk yang beranika
ragam. Sebagian bulat mulus, sebagian lagi tak beraturan dan bergigi.
Keberbedaan ini membuat mereka satu sama lain saling terkait dan menghasilkan
bentuk tertentu, mawar atau kupu-kupu misalnya.
Jika sebuah benda mati
atau hancur, atom-atomnya terurai dan dapat digunakan lagi untuk membentuk
benda-benda lain. Atom-atom itu bergerak bebas diangkasa, dan oleh suatu
kebetulan mereka saling kait dan membentuk benda-benda baru. Kebetulan,
barangkali, inilah yang tepat dikatakan sebagai sumber kekuatan penyatu bagi
Democritos. Karena ia tidak percaya ada kekuatan atau jiwa yang ikut
campur dalam proses asal mula. baginya tak ada desain, semuanya terjadi begitu
saja. Ia memang menyebutkan "ruang kosong" sebagai lawan dari
"atom", namun "ruang kososng" ini adalah istilah yang ia
gunakan untuk menerangkan terjadinya gerak. Bahwa atom-atom itu akan tersedot
masuk kedalam ruang kosong dan pada saat irulah terjadi gerak.
lalu bagaimana dengan
jiwa atau pikiran, apakah ia juga terdiri dari atom? Ya, keduanya terdiri
dari atom-atom. Jiwa terdiri dari atom yang paling halus dan bundar, yang tidak
dapat mengait atom lain. Jiwa dan pikiran dapat memahami realitas kerena setiap
benda yang diamati melepaskan gambar (dalam bentuk atom-atom) yang bentuknya
sama dengan bendanya. Oleh karena itu, pada tahun 370 SM, filsafat Yunani telah
dipandu ke arah materialisme penuh dan determinisme yang keras. Tidak ada yang
lain dari di dunia ini kecuali benda-benda material, dan tidak ada kebebasan
hanya keteraturan.
Apakah yang telah
dicapai oleh para filosuf pra-Socrates? Dengan pemikiran mereka, sejenis
pemikiran khusus telah membebaskan dari kungkungan mitologis dan agama
asalnya,mengembangkan metode dan isinya sendiri –suatu jenis pemikiran yang
segera meningkat hingga apa yang sekarang dikenal sebagai sains dan filsafat.
Menelusuri zaman Yunani Kuno kita melihat garis keturunan langsung
anatara filosuf-filosuf itu dengan pemikir-pemikir terkemuka pada zaman kita
sekarang. Dikotomi antara akal dan indera yang akan diselesaikan oleh Kant pada
abad ke-18 pertama sekali diangkat oleh filosuf zaman klasik ini, suatu upaya
pertama untuk merumuskan teori evolusi dibuat oleh mereka, dan upaya pertama
untuk memecahkan teka-teki bagaimana angka-angka matematis mengikat
pilihan-pilihan realitas. Semua ini dapat dilihat sebagai garis silsilah
keturunan dari zaman mereka ini ke zaman modern sekarang. Meskipun demikian,
bagi orang-orang Yunani pada abad ke-5 SM, para filsuf Yunani Kuno telah
mewariskan gelombang kebingungan.
BAHAN BACAAN
1. Hatta, Muhammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas Indonesia, 1980
2. Syadali, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia,
3. Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum "Akal dan Hati Sejak Thales sampai
Capra", Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar